Sayap
capung tidak dapat dilipat pada tubuhnya. Selain itu, cara otot terbang
digunakan ketika sayap bergerak, berbeda dengan kebanyakan serangga lainnya.
Karena sifat ini, para evolusionis menyatakan bahwa capung adalah “serangga
terbelakang.”
Padahal
sebaliknya, sistem terbang makhluk yang disebut “serangga terbelakang” ini
tidak lain adalah keajaiban perancangan. Pembuat helikopter terbaik dunia,
Sikorsky, menuntaskan perancangan satu dari helikopter mereka dengan menjadikan
capung sebagai model.6 IBM, mitra Sikorsky dalam proyek ini memulai
dengan menempatkan suatu model capung ke dalam komputer (IBM 3081). Dua ribu
jenis penggambaran khusus dilakukan di komputer dalam hal manuver (gerakan
jungkir balik) capung di udara. Jadi, model helikopter Sikorsky yang ditujukan
untuk pengangkutan tentara dan persenjataan telah dibuat berdasarkan contoh
yang berasal dari capung.
Gilles
Martin, seorang fotografer alam, telah melakukan pengamatan 2 tahun untuk
meneliti capung, dan dia juga menyimpulkan bahwa makhluk ini memiliki cara
terbang yang sangat rumit.
Tubuh
capung menyerupai bentuk pilin yang terbungkus
logam. Dua sayapnya saling silang pada badannya yang menampakkan bias warna
dari biru muda hingga merah marun. Karena bentuk begini, capung dilengkapi
dengan kemampuan manuver yang luar biasa. Tak peduli pada kecepatan atau arah
bagaimana pun ia telah bergerak, capung dapat mendadak berhenti dan mulai
terbang kembali dengan arah berlawanan. Atau, capung dapat tetap diam di udara
untuk berburu. Pada kedudukan seperti itu, ia dapat bergerak dengan sangat
cepat menuju mangsanya. Ia dapat mempercepat gerakannya hingga kecepatan yang
sangat mengejutkan untuk seekor serangga: 25 mil per jam (40 kilometer/jam),
yang dapat disejajarkan dengan seorang atlet lari 100 meter di Olimpiade dengan
kecepatan 24,4 mil per jam (39 kilometer/jam).
Pada
kecepatan ini, capung bertabrakan dengan mangsanya. Guncangan tabrakan ini
sangat kuat. Namun, ketahanan capung sangat lentur sekaligus tahan terhadap
benturan. Bentuk yang lentur dari tubuhnya meredam guncangan benturan.
Sebaliknya, hal yang sama tidak akan terjadi pada mangsanya. Mangsa capung akan
kehilangan kesadaran atau bahkan mati karena benturan itu.
Menyusul
benturan ini, kaki belakang capung berperan sebagai senjatanya yang paling
mematikan. Kaki menjulur ke depan dan menangkap mangsa yang kaget, kemudian
dengan tangkas dicabik-cabik dan dimakan dengan rahangnya yang kuat.
Penglihatan
capung sama mengesankannya dengan kemampuannya menunjukkan manuver mendadak
pada kecepatan tinggi. Mata
capung diakui sebagai contoh terbaik di antara semua serangga. Capung memiliki
sepasang mata, tiap matanya memiliki sekitar 30 ribu lensa berbeda. Dua mata nyaris bulat, masing-masing hampir separuh ukuran
kepalanya, memberi serangga ini wilayah pandang yang sangat luas. Karena
mata-mata ini, capung hampir selalu dapat mengetahui keadaan di belakangnya.
Karena
itu, capung merupakan gabungan sistem-sistem, yang masing-masingnya memiliki
bentuk tersendiri dan sempurna. Tidak berjalannya salah satu saja dari
sistem-sistem ini akan merusak sistem yang lainnya juga. Walaupun begitu,
seluruh sistem ini diciptakan tanpa cacat, sehingga makhluk ini tetap bertahan.
Sayap Capung
Bagian tubuh yang paling penting dari capung
adalah sayapnya. Akan tetapi, tidaklah mungkin menggunakan model evolusi
perkembangan untuk menjelaskan cara terbang yang memungkinkan penggunaan sayap
ini. Pertama, teori evolusi tidak punya penjelasan tentang masalah asal mula
sayap, karena sayap hanya dapat bekerja jika berkembang bersama sekaligus agar
dapat bekerja dengan benar.
Mari kita menganggap, untuk sementara, bahwa gen
seekor serangga di tanah mengalami mutasi dan beberapa bagian dari jaringan
kulit pada tubuhnya menunjukkan perubahan yang tidak pasti. Sangat tidak masuk
akal bila menganggap bahwa mutasi lainnya di puncak perubahan ini bisa “secara
kebetulan” menjadi sayap. Lebih dari itu, mutasi pada tubuhnya pun tidak akan
menghasilkan sayap secara utuh bagi serangga ini atau pun menjadikannya lebih
sempurna, malah akan menurunkan daya geraknya. Akibatnya, serangga perlu
membawa beban lebih berat, yang tidak memberikan tujuan apa pun yang jelas. Ini
akan membuat serangga ini berada pada keadaan yang tidak menguntungkan di
hadapan musuhnya. Bahkan, menurut dasar teori evolusi, seleksi alam akan
menimpa serangga cacat tersebut dan keturunannya pun punah.
Padahal,
mutasi sangat jarang terjadi. Mutasi selalu merugikan makhluk hidup,
mengakibatkan penyakit mematikan dalam banyak kejadian. Itulah mengapa mustahil
suatu mutasi kecil dapat menyebabkan beberapa pembentukan pada tubuh capung
untuk berevolusi menjadi suatu gerakan terbang. Setelah semua ini, mari kita
tanyakan pada diri sendiri: meskipun kita beranggapan, jika hal-hal lain tak berpengaruh,
bahwa jalan cerita yang ditawarkan para evolusionis mungkin saja terjadi,
mengapa fosil-fosil “capung terbelakang” yang mendukung jalan cerita ini tidak
ada?
Tidak
ada perbedaan antara fosil capung tertua dengan capung di masa sekarang. Tidak
ditemukan sisa-sisa “separuh capung” atau seekor “capung dengan sayap yang baru
muncul” yang mendahului fosil tertua tersebut.
Layaknya
bentuk kehidupan lainnya, capung juga muncul sekaligus dan tidak mengalami
perubahan hingga saat ini. Dengan kata lain, capung memang diciptakan oleh
Allah dan tidak pernah “berevolusi.”
Kerangka
serangga terbentuk dari zat yang kokoh dan melindunginya, yang disebut kitin.
Zat ini diciptakan dengan kekuatan yang cukup untuk membentuk rangka luar.
Bahan ini juga cukup lentur untuk digerakkan oleh otot-otot yang digunakan
untuk terbang. Sayap-sayap tersebut dapat bergerak maju mundur atau pun atas
bawah. Gerak sayap ini didukung oleh suatu bentuk persendian yang rumit. Capung
memiliki dua pasang sayap, sepasang di bagian depan pasangan lainnya.
Sayap-sayap tersebut bergerak secara berlawanan, yakni, ketika dua sayap di
depan terangkat, maka kedua sayap belakangnya bergerak turun. Dua kelompok otot
yang berlawanan menggerakkan sayap-sayap tersebut. Otot-otot tersebut terikat
pada tuas di dalam tubuh. Ketika satu kelompok otot menarik sepasang sayap
dengan mengerut, kelompok otot yang lain membuka sepasang sayap lainnya dengan
serta merta. Helikopter naik dan turun dengan cara yang serupa. Hal ini
memungkinkan capung untuk diam di udara, bergerak mundur atau seketika mengubah
arah.
-- Keajaiban Desain di Alam / Yahya Harun; alih bahasa, Fajariska… (at al.); editor, Catur Sri Herwanto. – Jakarta : Flobal Cipta Publishing, 2002

Post a Comment